kebudayaan daerah

Kebudayaanku di telan bumi tak di museumkan

Budaya Oktober 28th, 2010

Saya terkadang heran sendri , kalau mengucapkan kata kata dalam bahasa negara lain mungkin bisa melafalkannya dengan lancar dan fasih , tapi mengucapkan bahasa daerah sendiri masih blepotan . Terlebih lagi untuk menuliskannya , saya jamin 100 % ” tidak bisa ” tanpa adanya buku panduan . Padahal semua itu merupakan kebudayaan  sendiri , kebudayaan daerah tempat saya lahir dan di besarkan . Kebudayaan ini seolah terlupakan , perlahan lenyap di telan bumi .
Saya sebagai orang jawa  , aneh rasanya tidak bisa mengucapkan kata kata dalam bahasa jawa kromo inggil atau menuliskannya ke dalam aksara jawa . Dari generasi ke generasi , budaya Jawa kromo inggil sudah menuju ambang di anggap basi dan tidak lagi di perlukan dalam kehidupan sehari . Identitas daerah sudah tidak di anggap penting lagi  . Kalau saya sendiri saja masih blepotan dan tidak bisa menuliskanya tanpa buku panduan ,  bukan tidak mungkin generasi setelah saya akan sama sekali tidak mengerti . Dan anehnya lagi saya dengar untuk mata pelajaran bahasa daerah jawa mulai di tiadakan di beberapa sekolah , duh .Kalau seperti ini bisa bisa kebudayaan yang satu ini akan lenyap tanpa jasad , bahkan tidak di temukan di museum sekalipun .
Tidak hanya itu saja , untuk hitungan hari jawa seperti wage , kliwon , pahing , pon , legi dan seterusnya , saya juga kurang mengerti . Apalagi menghitungnya berdasarkan nilai masing masing hari , untuk mengurutkanya dengan benar saja saya tidak hafal . Padahal kedua orang tua saya selalu mengejawantahkan urutan hari seperti ini , dan menerapkannya untuk meramalkan cuaca sebelum memasuki musim tanam padi . Kenyataanya sampai sekarang saya masih tidak paham tentang semua itu . Entahlah , ketidak pahaman  ini lantas karena ketidak pedulian , tidak memerlukannya , atau mungkin karena benar benar leletnya otak pentium 2 saya untuk memahaminya .
Saya merasa seperti kacang lupa sama kulitnya . Lahir  dan di besarkan di daerahnya , tapi kurang begitu peduli terhadap  kebudayaan daerah sendiri . Sampeyan pernah membaca atau mendengar lagu ” ilir ilir ” karya Kanjeng Sunan Kali Jaga ? , tidak lama sebelum ini saya baru mendapatkan liriknya dari youTube dan menghafalkanya . Sebelumnya hanya beberapa baris saja yang saya tau , itupun tanpa mengerti maksud dari setiap kalimatnya . Ironis memang , saya yang di lahirkan dan di besarkan di Demak tidak mengerti karya daerah sendiri . Anehnya lagi hal semacam  ini tidak hanya saya seorang , mungkin ribuan bahkan jutaan orang di negeri ini .
Saya berani menuliskan seperti ini karena fakta yang saya temukan tidak jauh berbeda dari semua di atas . Tidak jarang saya menemui seseorang yang tidak bisa mengucapkan  bahasa daerah sendiri , tidak mengerti kebudayaan daerah sendiri . Dalam hal ini adalah bahasa jawa kromo inggil . Itu bisa dilihat dari setiap perkenalan dengan beberapa teman . Saya sering di tanya apakah saya jawa atau china ? saya jawab ” Jawa , karena saya di lahirkan dan di besarkan di jawa “. Bisa bahasa mandarin  ?, saya bilang ” bisa “ , dan di tanya apakah bisa berbahasa jawa kromo inggil ? ” bisa , meskipun masih blepotan . Lha wong orang jawa kok” . Tapi ketika saya balik tanya dengan menggunakan bahasa jawa kromo inggil , yang terjadi sebaliknya ” maaf mas , pakai bahasa Indonesia saja . Saya tidak bisa berbahasa jawa kromo inggil , sudah banyak yang lupa mas ” Lho kok ,…. ?
Terus terang saja kemaren saya sempat tercengang membaca komentar dari  Wardz . Ia menuliskan kalau salah satu tetangganya tidak bisa berbahasa daerah seuasai merantau di luar negeri dan memutuskan untuk menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa asingnya dalam kehidupan sehari hari di daerahnya sendiri .
Mungkin ini sekedar mengingatkan kepada kita saja  sebelum terlambat . Seyogyanya kita tetap melestarikan kebudayaan daerah kita , bahasa daerah kita sendiri . Jangan sampai karena kurang keperdulian kita terhadap kebudayaan sendiri , berakibat di klaim daerah atau negara lain sebagai kebudayaanya dan kita baru gembor gembor menyuarakan bahwa itu kebudayaan kita . Kalau sudah seperti itu , siapa yang pantas di salahkan ? , itu menjadi bahan koreksi untuk diri kita sendiri termasuk saya tentunya . Kita pasti tidak menginginkan kebudayaan daerah kita lenyap di telan bumi tanpa jasad dan tidak di museumkan dan itu semua jawabannya ada pada diri kita sendiri .