Jumat, 24 Desember 2010

bacaan awal

Busana Adat Bima Yang Anggun

Tenun Ikat Bima pernah dikenakan oleh Kepala-Kepala Negara pada Pertemuan APEC di Bali beberapa Tahun Lalu. Termasuk dikenakan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada saat menyampaikan Visi Misinya sebagai Calon Presiden di hadapan Anggota KADIN pada Pemilu Pilpres Tahun 2009. Hal ini tentunya menjadi sebuah kebanggan bahwa daerah kecil di ujung timur NTB ini memiliki segudang potensi alam dan budaya yang perlu dikembangkan.

Secara umum busana atau pakaian adat Bima hampir sama dengan Sulawesi Selatan. Hal itu diperkuat dengan ikatan sejarah bahwa Bima dengan Makasar, Gowa, Bone dan Tallo itu memiliki hubungan dan ikatan kekeluargaan serta kekerabatan. Proses pembauran dan asimilasi budaya itu telah berlangsung lama dan mempengaruhi juga cara berbusana dan motif busana yang dikenakan. Meskipun ada beberapa perbedaan antara busana adat Bima dengan Sulawesi Selatan.
Warna yang menonjol dalam pakaian adat Bima antara lain hitam, biru tua, coklat, merah dan kemerah-merahan serta putih. Untuk pakaian wanita memakai kain sarung kotak-kotak yang dikenal dengan sebutan Tembe Lombo. Disamping pakaian sehari-hari pakaian adat juga diatur oleh pihak Kesultanan. Yang diatur oleh Majelis Adat yang disebut KANI SARA. Prosedur dan Tata Cara pemakaiannya pun telah diatur dalam ketetapan Hadat.
Menurut Muslimin Hamzah ada empat golongan pakaian adat sehari-hari masyarakat Bima. Pertama, pakaian yang digunakan secara umum sebagai pakaian harian atau pakaian untuk acara resmi. Kedua, pakaian Dinas Para Pejabat Kesultanan. Ketiga, Pakaian Pengantin, baik yang dipakai oleh golongan bangsawan, golongan menengah, maupun golongan masyarakat umum termasuk pakaian untuk khitanan. Keempat, Pakaian Penari.
Dalam kehidupan sehari-hari orang Bima mempunyai pakaian sendiri. Khusus untuk wanita meliputi Baju Poro. Baju ini terbuat dari kain yang agak tipis tetapi tidak tembus pandang. Umumnya berwarna biru tua, hitam, coklat tua dan ungu. Bagi gadis-gadis Bima biasanya memakai warna ungu atau coklat tua. Para wanita pun memakai aneka perhiasan seperti gelang, anting dan lain-lain. Namun terlarang untuk memakai secara berlebihan.
Kaum Pria mempunyai pakaian sehari-hari yang khas. Yang lazim adalah Sambolo atau Ikat Kepala. Umumnya bercorak kotak-kotak dan dihiasi tenunan benang perak/emas. Terkadang lelaki memakai baju kemeja atau baju lengan pendek atau jas tutup dengan warna putih atau hitam atau warna cerah lainnya. Untuk sarung biasanya memakai sarung pelekat yang dikenal dengan nama Tembe Kota Bali Mpida yang bercorak Kotak-kotak atau memaki Tembe Nggoli yang pemakaiannya agak panjang atau terjurai pada bagian depannya.
Untuk hiasan kaum pria memakai Salampe, sejenis dodot yang dililitkan dipinggang. Biasanya salampe berwarna dasar kuning, merah, hijau dan putih. Bagi orang dewasa biasanya menyelipkan pisau pada lilitan Salampe. Letaknya agak ke kiri pusar, sedangkan hulunya agak terjurai ke kanan. Pakaian dan busana adat Bima sangat banyak. Ini adalah kekayaan dan kearifan masa silam yang seharusnya dipertahankan dari terpaan arus globalisasi saat ini. Hanya beberapa saja yang masih dapat dilihat dan diperagakan hingga saat ini. Perlu ada upaya serius untuk melestarikan dengan berbagai kebijakan Pemerintah Daerah agar pakaian adapt ini tidak punah ditelan arus zaman. Perlu ad aide kreatif untuk mempertahankannya misalanya dengan menggelar Show Busana Adat Bima atau menetapkan dalam Peraturan Daerah tentang pelestarian Pakaian Adat Bima. (Sumber Ensiklopedia Bima, Muslimin Hamzah)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar